MELUASKAN JARINGAN UKHUWAH ISLAMIYYAH DALAM
MENGEMBANGKAN UKM DI INDONESIA
Oleh :
NISRINA
MUTIARA DEWI
1110046100033
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2012 M
Kata Pengantar
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada
Allah S.W.T yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena atas rahmat dan
karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dalam rangka
untuk berpartisipasi “Building Business Through Islamicpreneurship”.
Dengan judul “Meluaskan Jaringan Ukhwah Islamiyyah
dalam memberdayakakan UKM". Shalawat serta salam senantiasa terlimpah
curahkan kepada junjungan alam yakni Nabi Muhammad Saw.
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis
menyadari banyak menemui kesulitan terutama dalam pengumpulan sumber yang disebabkan kurangnya pengetahuan dan
pengalaman yang penulis miliki. Namun dengan bimbingan berbagai pihak, akhirnya
penulisan karya ilmiah ini dapat penulis selesaikan, walaupun mungkin penulisan
karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, penulis mohon maaf
bila ada kesalahan-kesalahan atau kekurangan-kekurangan dalam penulisan karya
ilmiah ini.
Ciputat,
Agustus 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.........................................................................................
B. Metode Penulisan......................................................................................
C. Kajian Pustaka...........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.
Prinsip dan Karakteristik Sistem Ekonomi Islam
………………………
B.
Aplikasi Sistem Ekonomi Islam pada Lembaga Keuangan Syariah
di Indonesia………………………………………….…..………………
C.
Pemerkuatan UKM melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah berbasis
Jaringan
Ukhuwah Islamiyyah…………………………...…………….
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN........................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
ABSTRAK
Pemberdayaan UKM
merupakan tanggung jawab masyarakat Indonesia. Karena UKM merupakan sektor
penyelamat perekonomian Indonesia ketika terjadi krisis multimediasi yang
tejadi sekitar tahun 1997-1998. Walaupun UKM sangat berperan dalam perekonomian
Indonesia tetapi pelaku UKM masih sangat lemah di bidang pemasaran, teknologi,
dan yang paling utama masih sangat sulit untuk mendapatkan akses pembiayaan.
Dikarenakan pelaku usaha kecil ini tidak memiliki jaminan guna mendapatkan
pembiayaan dari Lembaga Keuangan. maka dari itu diperlukannya lembaga keuangan
dimana dalam pemberian pembiayaan tidak meminta jaminan kepada UKM. Misalnya
LKMS (Lembaga Keuangan Mikro Syariah) seperti Koperasi syariah, KJKS, dan
BMT. LKMS menggunakan sistem ekonomi syariah
yaitu dengan menggunakan sistem bagi hasil. LKMS ini tidak meminta jaminan
kepada pelaku usaha kecil karena memakai sistem kepercayaan. Sistem kepercayaan
dapat dijalin jika ukhuwah Islamiyyah sesama pelaku usaha kecil dapat terjalin.
Misalnya, dengan menghadiri pengajian di Masjid, Majlis taklim. Ketika memperat ukhuwah Islamiyyah antar
jamaah masjid maka akan terjadi pertukaran informasi, pemasaran, atau
bertemunya permintaan dan penawaran.
Kata
Kunci : UKM, LKMS, Ukhuwah Islamiyyah.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam satu dasawarsa
terakhir (1998-2008), Indonesia mengalami dua goncangan krisis besar. Pada
krisis ekonomi pertama (1997/1998), rupiah mengalami depresiasi terparah hingga
mencapai 329,5 persen. Sementara pada krisis ke dua lebih dikenal sebagai
krisis global (2008), negeri ini pada dasarnya ‘hanya’ terimbas dampak ekonomi
Amerika Serikat mengalami tsunami ekonomi.[1] Krisis yang melibas berbagai tatanan
kehidupan bangsa Indonesia selama ini salah satu sebab utamanya karena
kekeliruan pemerintah dalam menerapkan strategi pembangunan.[2]
Indonesia negara yang menggunakan sistem kapitalis, Dibangun dan di tandai
dengan pengutamaan kepentingan pemilikan pribadi, materialisme, rasionalisme,
liberalisme, sekulerisme, ekonomi pasar, kompetisi dan lain sebagainya.[3]
Kebijakan pemerintah berpihak pada usaha kegiatan ekonomi hanya diciptakan dan
di nikmati oleh kegiatan ekonomi sekelompok masyarakat tertentu yang di sebut
“Konglomerat”. Keadaan tersebut jelas tidak memungkinkan terciptanya fundamen
yang kuat dan mengakar pada berbagai aspek kehidupan berbangsa.
Akibatnya, seperti terlihat pada saat terjadi
kasus dimana perekonomian tersentuh oleh angin krisis moneter saja,
capai-capaian yang dibanggakan sudah kurang bermakna lagi bahkan cenderung
memporak-porandakan tatanan kehidupan bangsa dan bernegara.[4] Usaha kecil pada saat itu yang terbukti
mempunyai daya tahan lebih baik menghadapi terpaan dan guncangan resesi ekonomi
dunia.[5]
Bahkan UKM diyakini menjadi faktor penting pemulihan ekonomi pasca krisis financial
yang melanda Asia.[6]
Peran UKM dalam pembanguan Indonesia merupakan
penyumbang terbesar nilai produk domestik bruto. menurut data kementrian
koperasi porsi UKM adalah sebesar 58,17% terhadap jumlah PDB tahun 2000.
Pertumbuhan UKM dari tahun 2005-2009 sebesar 24,01%. Usaha besar hanya 13,26%
pertumbuhannya. UKM merupakan daya serap tenaga kerja terbesar. Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
Pada tahun 2009 sektor UKM memiliki daya serap tenaga kerja sebesar 97,3% atau berjumlah 96.211.332 orang. Data- data
tersebut tampak jelas bahwa keberadaan UKM, seharusnya diperhatikan secara
serius .
Ironisnya, meski UKM telah berjasa
pada perekonomian nasional kenyataan selama ini UKM masih memprihatinkan.
Beberapa masalah yang dihadapi UKM adalah rendahnya akses informasi, teknologi,
pemasaran, jaringan dan yang paling utama adalah terutama adalah kesulitan
akses modal. Sebagai akibat rendahnya akses UKM terhadap sumber-sumber
permodalan terutama lembaga keuangan, baik bank maupun non bank.[7]
Hal ini disebabkan sektor UKM, terutama
masalah ketiadaan jaminan yang merupakan persyaratan dalam mengakses
permodalan.
Salah satu upaya untuk mengatasi
masalah diatas antara lain dapat dilakukan dengan memperkuat kerjasama antar
umat Islam dalam suatu jalinan Ukhuwah Islamiyyah. Ukhuwah Islamiyyah dapat
dilakukan antar jamaah di masjid, majelis ta’lim, organisasi social, komunitas
umat dan sebagainya. Selain dapat informasi pembiayaan, pelaku UKM akan saling
memberikan informasi tentang keadaan di pasar.
Dalam memberdayakan UMKMK (usaha
mikro, kecil, menengah dan koperasi) cara yang paling efektif adalah
sebagaimana yang disepakati oleh pakar, donor, dan institus-institusi yang
bertujuan memberdayakan UMKMK adalah melalui lembaga keuangan mikro yang
menggunakan system syariah.[8]
Munculnya keuangan mikro merupakan upaya
dalam menjembatani permasalahan yang ada, dan ini sebagai bukti lain dari
perbedaan penghasilan. Sistem keuangan syariah berbeda dengan sistem keuangan
konvensional, dimana sistem keuangan syariah berlandaskan prinsip-prinsip
syariah yang menjunjung tinggi keadilan dan menghindari sifat serakah. hal ini
merupakan tujuan ekonomi islam, selain itu keuangan syariah menggunakan system
bagi hasil sedangkan keuangan konvensional menggunakan system bunga (riba).
B.
Metode Penulisan
Metode penulisan yang
dilakukan dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1.
Sifat Penelitian
Penelitian bersifat Deskriftif, artinya
menggambarkan fakta-fakta yang diteliti dihubungkan dengan Perundang-undangan,
Teori-teori, dan Pendapat Ahli.
2.
Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan secara
normatif empiris, artinya melakukan penelusuran data kepustakaan (Library Research).
3.
Metode Pengumpulan data dalam Karya Ilmiah ini meliputi:
Penelitan Kepustakaan (Library Research)
Dalam Upaya mendapatkan data sekunder yang
terdiri dari:
1)
Bahan primer, meliputi : Perundangan-undangan yang terkait
2)
Bahan sekunder, meliputi : Buku-buku, Jurnal-jurnal Ilmiah, Artikel
Koran atau Majalah, Hasil Seminar, internet dan Laporan Penelitian.
3)
Bahan tersier, meliputi : Ensikklopedia dan Kamus.
4.
Metode Analisis
Data yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan,
selanjutnya dianalisis secara kualitatif yang berarti menjabarkn dengan
kata-kata sehingga merupakan kalimat yang dapat dimengerti, sistematis, dan
dapat dipertanggungjawabkan.
C.
Kajian
Pustaka
BMT merupakan mitra yang paling
tepat dalam pembiayaan UKM karena BMT merupakan LKMS yang memberikan pendaan
kepada pelaku usaha kecil. Sesuai dalam Skripsi Lilis Sali Satunnisa yang
berjudul BMT Sebagai Mitra Pengusaha Kecil dan Menengah (Studi Kasus pada BMT
Fajar Shiddiq Jakarta) pada tahun 1425H/2004, menyatakan bahwa: BMT sangat berperan terhadap tumbuh kembangnya UKM
di Indonesia dengan memberikan pembiayaan kepada UKM. Menurut Pendapat Lilis Sali Satunnisa menjelaskan fungsi BMT
masih sangat sempit yaitu sebagai mitra pembiaayan saja.
Menurut Dr. Euis Amalia dalam
Al-Iqtisad jurnal Ekonomi Islam, Februari 2009 diperlukannya kebijakn alokasi
anggaran pemerintah dalam usaha mengembangkan usaha kecil mikro melalui
anggaran (APBN) maupun alokasi pembiayaan
perbankan untuk UKM. kebijakan yang ada lebih mengedepankan kepentingan usaha
besar yang hanya dimiliki oleh segelintir orang sedangkan mayoritas Indonesia
berada pada segmen Usaha kecil mikro. Nilai-nilai ekonomi Islam dalam tulisan
ini dicoba untuk dapat ditransformasikan dalam sejumlah kebijakan dan upaya
para stakeholder untuk mengimplemtasikan instrument ekonomi yang berbasis
syariah, bebas riba, menjadikan zakat sebagai alat redistribusi pendapatan.
LKMS seperti BMT tidak hanya
memberikan pembiayaan saja, BMT seharusnya dapat berperan sebagai lembaga
mediasi antara masyarakat sekitar. Yaitu, dengan cara memberikan
Pembina-pembinaan bagi usaha kecil dengan menjalin ukhuwah islamiyyah agar
masalah-masalah yang dihadapi UKM seperti pemasaran, teknologi, dan terutama
dalam akses pemodalan dapat terselesaikan. Sehingga dengan terjalin Ukhuwah
Ismiyyah masalah-masalah yang dihadapi
UKM dapat diselesaikan karna dengan Uhuwah Islamiyyah akan timbulnya kerjasama
antar pelaku usaha. maka pelaku UKM akan sejahtera dan UKM akan semakin
berkembang.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Prinsip
dan Karakteristik Sistem Ekonomi Islam
Berfokus pada ekonomi di Indonesia
semata membuat cara berfikir cenderung meninggalkan fitrah sebagai makhluk spiritual
yang mewujud dalam materi, bukan sebaliknya. memusatkan perhatian hanya pada
ekonomi membuat cara pikir kita mengambang. Sebuah bangsa religius dengan
materialisasi. Walaupun ekonomi di Indonesia tidak seburuk keadaan ekonomi
Afganistan, Irak, dan Somalia. Secara agregrat, problem utama Indonesia bukan
financial dan fisik, melainkan mental pelaku ekonomi. Merajalelanya korupsi
bukan karena standar hidup tidak terpenuhi, melainkan lebih karena mentalitas
kelangkaan (mendominasi pikiran) yang mewujudkan menjadi karakter dan perilaku
(materi). Karena itu untuk memperbaiki mental pelaku ekonomi, seperti
pemerintah, pengusaha besar, pengusaha kecil, ataupun yang lainnya di perlukan
system pembangunan Indonesia berbasis islam. Khususnya di bidang ekonomi.[9]
Selain itu dengan penduduk muslim terbanyak di dunia hal ini dapat dijadikan
modal utama untuk penerapan sistem ekonomi Islam di Indonesia, guna melakukan
pembangunan khususnya sektor ekonomi maupun pembangunan secara keseluruhan.
Ekonomi islam dibangun atas dasar
agama Islam, karenanya ia merupakan bagian tak terpisahkan (integral) dari
agama Islam. Sebagai derivasi dari agama Islam, ekonomi Islam akan mengikuti
agama Islam dalam berbagai aspeknya. Islam adalah sistem kehidupan (way of life). Dimana Islam telah
menyiapkan berbagai aturan yang lengkap bagi kehidupan manusia, termasuk dalam
bidang ekonomi.[10]
Islam mendefinisikan agama bukan hanya berkaitan dengan spiritualitas atau
ritualitas, namun agama merupakan serangkaian keyakinan, ketentuan, dan
peraturan serta tuntunan moral bagi
setiap aspek kehidupan manusia.[11] Seseorang
yang terlibat melakukan aktifitas ekonomi secara produktif, Islam sangat
mendukung sepanjang tujuan dan proses tidak melanggar ajaran Islam.[12]
Dengan tidak merugikan orang lain atau pun merugikan diri sendiri.
Pada dasarnya sistem ekonomi Islam
berbeda dari sistem-sistem ekonomi Kapitalis dan Sosialis. Sistem ekonomi Islam
memiliki kebaikan-kebaikan yang ada pada sistem ekonomi Kapitalis dan ekonomi Sosialis,
tetapi bebas dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada kedua sistem tersebut.[13] Problem
besar dan sangat mendasar dalam ilmu ekonomi konvensional yang mendominasi
kajian bidang ilmu ekonomi kontemporer, yaitu ketidak mampuan ilmu tersebut
dalam memecahkan persoalan kebutuhan ekonomi manusia dan tidak mampu menyelesaikan
masalah kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan tidak mampu menjalin hubungan
antarregional suatu negara, dengan negara-negara dunia lainnya.
asumsi yang selama ini dijadikan
acuan dalam pengembangan ekonomi konvensional adalah paradigm lama yang
bersumber dari mitos kapitalisme Smithian, yaitu: 1) kebutuhan manusia yang
tidak terbatas; 2) sumber-sumber ekonomi yang relative terbatas berupa
memaksimalisasi kepuasan pribadi (utility
maximization self interest); 3) kompetisi sempurna ( perpect competition); 4) informasi sempurna (perfect information).[14] Asumsi
Smithian berdampak buruk dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang
melakuakan kehidupan ekonominya tanpa ada etika dan akhlak.
Pembeda Islam dengan materialisme ialah
Islam tidak pernah memisahkan sistem ekonomi dengan etika, sebagaimana tidak
pernah memisahkan ilmu dengan akhlak, politik dengan etika, perang dengan etika
dan kerabat sedarah sedaging dengan kehidupan islam. Islam juga tidak
memisahkan agama dengan negara dan materi dengan spiritual.[15] Muslim,
individu maupun kelompok, dalam lapangan ekonomi atau bisnis diberikan
kebebasan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Namun, disisi lain, muslim
terikat dengan iman dan etika sehingga ia tidak bebas mutlak dalam menginvestasikan modalnya atau
membelanjakan hartanya. [16]Muslim
tidak bebas tanpa kendali dalam memproduksi segala sumber daya alam, mendistribusikannya,
atau mengkonsumsin harta.
Muslim harus berprilaku sesuai
dengan ajaran islam atau mewujudkan prilaku Homo
islamicus.[17]
Jika ini bisa terwujud, maka bisa dikatakan bahwa moral berperan sebagai pilar
dari terwujudnya bangunan ekonomi Islam. Hanya dengan moral ekonomi islam
inilah bangunan ekonomi Islam bisa tegak dan hanya dengan ekonomi Islam falah dapat di capai.[18] Pencapaian falah
maka kegiatan ekonomi harus diarahkan untuk mencukupi lima jenis kebutuhan
guna menghasilkan maslahah. Karena pada dasarnya setiap
pelaku ekonomi akan berorientasi untuk mencapai maslahah.[19]
Menurut Al-Ghazali, Maslahah adalah
meningkatkan kesejahteraan seluruh manusia, yang terletak pada perlindungan
keimanan (Hifz ad-din), jiwa (an-nafs), akal (al-aql), keturunan (an-nasl),
dan kekayaan (al-mal).[20] Maka
dapat disimpulkan dengan adanya maslahah
ini, Islam sangat mementingkan kehidupan
dunia dan akhirat.
Adapun
nilai-nilai system perekonomian islam
1. Perekonomian
Masyarakat Luas, Bukan Hanya Masyarakat Muslim akan menjadi baik bila
menggunakan kerangka kerja atau Acuan Norma-Norma Islami.
Banyak
ayat Al-Qur’an yang menyerukan penggunaan kerangka kerja perekonomian Islami,
diantaranya (al-Baqarah:168), (al-Maa’idah:87-88).
Dari ayat-ayat tersebut dapat
dipahami bahwa Islam mendorong penganutnya untuk menikmati karunia yang telah
diberikan oleh Allah. Karunia tersebut harus didayagunakan untuk meningkatkan
pertumbuhan, baik materi maupun non materi. Islam juga mendorong penganutnya
untuk berjuang untuk mendapatkan materi/harta dengan berbagai cara,
asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah
di tetapkan. Salah satu hadist Rasulullah saw. Menegaskan,
“Kaum muslimin (dalam kebebasan)
sesuai dengan syarat dan kesepakatan mereka, kecuali syarat yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram.” (at-Tirmidzi).
Rambu-rambu
tersebut diantaranya di lakukan dengan maksud, carilah yang halal dan baik,
tidak menggunakan cara batil, tidak berlebih-lebihan, tidak mendzalimi atau
terdzalimi, menjauhi diri dari unsur riba, maisyir,
gharar, dan tidak melupakan tanggung jawab social berupa zakat, infaq, dan
sedekah. Hal ini pula yang membedakan antara ekonomi islam dengan ekonomi
konvensional yang menggunakan prinsip self
interest (kepentingan pribadi)
2. Keadilan
dan Persaudaraan Menyeluruh
Islam
bertujuan untk membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid. Dalam
tatanan itu, setiap individu diikat oleh persaudaraan dan kasih sayang bagai
satu keluarga. Sebuah persaudaraan yang universal dan tak diikat batas
geografis.
3. Keadilan
Distribusi Pendapatan
Kesenjangan
pendapatan dan kekayaan alam yang ada dalam masyarakat, berlawanan dengan
semangat serta komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan
social-ekonomi. Kesenjangan harus diatasi dengan menggunakan cara yang
ditekankan Islam.
4. Kebebasan
Individu dalam Konteks Kesejahteraan Sosial
Konsep
Islam sangat jelas. Manusia dilahirkan merdeka. Karenanya, tidak ada seorang
pun, bahkan negara mana pun yang berhak mencabut kemerdekaan tersebut dan
membuat hidup manusia menjadi terikat. Dalam konsep ini manusia, setiap
individu berhak menggunakan kemerdekaanya sepanjang berada dalam norma norma Islami.[21] Oleh
karena itu Islam mendorong kehidupan yang mandiri dan mendorong kehidupan
sebagai kesatuan yang utuh. Menolong seseorang merupakan bagian yang tidak
dapat terpisahkan dari kehidupan sosial.
Prinsip ekonomi Islam merupakan
persyaratan bagi implementasi ekonomi Islam, sebagai suatu keharusan. Maka
eksistensi hal-hal yang wajib dihindari
adalalah unsur-unsur yang dilarang dalam transaksi syariah adalah sebagai
berikut
1. Maisyir
Yaitu transaksi yang
didalamnya mengandung unsur-unsur perjudian atau bersifat
untung-untungan/spekulasi.[22]
Adapun unsur maisyir yang tampak pada transaksi asuransi konvensional, yang
mana transaksi tersebut termasuk dalam kategori perjanjian untung-untungan.
2. Riba
Menurut
pengertian bahasanya berarti tambahan (az-ziyadah),
berkembang (an-numuw), meningkat (al-irtifa), dan membesar (al-uluw).
Dengan kata lain penambahan, perkembangan, peningkatan, dan pembesaran.[23] Diberikan
penerima pinjaman dari jumlah pinjaman pokok sebagai imbalan karena
menangguhkan atau berpisah dari sebagai modalnya selama periode waktu tertentu
untuk pemberi pinjaman.
3. Gharar
Arti
dalam bahasa arab gharar adalah al-khathr ; pertaruhan, majhul al- aqibah; tidak jelas hasilnya,
al-mukhataharah; pertaruhan, dan al-jahala; ketidakjelasan.
Menurut
Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa pelarangan terhadap transaksi gharar didasarkan kepada larangan Allah
atas pengambilan harta orang lain secara bathil (Qs. Al-Qur’an: 188).
Menurutnya didalam gharar terdapat
unsur memakan harta orang lain secara bathil.[24] Gharar merupakan bentuk keraguan,
ketidakjelasan.
Adapun dasar pengambilan hukum atas
segala sesuatu dalam syariat Islam harus jelas bentuk dan kriterianya, sehingga
penetapannya akan mendapatkan suatu kepastian untuk menempatkan pada tingkatan
boleh atau tidaknya untuk dilakukan, dan dapat dijadikan sandaran hukum.
4. Tadlis
(Penipuan)
Setiap
transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah
pihak (sama-sama ridha). [25]
Harus mempunyai informasi yang sama (complete
information) sehingga tidak ada pihak
yang di curangi (ditipu) dan mencurangi (menipu).
B. Aplikasi Sistem Ekonomi
Islam pada Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia
Kondisi yang menjadi salah satu
penompang terjadinya krisis di Indonesia yaitu selisih minus antara bunga
pinjaman dengan bunga simpanan (negative
spread) yang diberlakukan lembaga perbankan konvensional kepada pihak
ketiga (creditor). Suatu keadaan
ekonomi dimana pihak peminjam sudah betul-betul terpuruk tidak dapat memberikan
modal dan bunganya kepada lembaga perbankan konvensional, sedangkan dipihak
lain lembaga terikat oleh kewajiban untuk membayar simpanan kepada nasabah
penabung (debitor).[26] Penerapan
bunga yang telah mengakar kuat tidak dapat dipungkiri memiliki
kelemahan-kelemahan terutama terkait ketidak harmonisannya dalam mendorong
output riil. [27]
Hal ini menimbulkan pemikiran-pemikiran dalam kebijakan moneter, yang salah
satunya adalah ekonomi islam.
eksistesi perbankan syariah di
Indonesia secara yuridis sebenarnya telah dimulai dengan keluarnya paket
kebijakan Oktober 1988. Sedangkan secara kelembagaan dimulai dengan berdirinya
Bank Muammalah Indonesia (BMI) pada tahun 1991 sebagai satu-satunya bank saat
itu yang secara murni menerapkan prinsip syariah dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
Pada krisis berlangsung secara faktual
BMI merupakan salah satu bank yang sehat, karena mempunyai CAR ( capital adequacy ratio) dengan kategori
A (4% ke atas) sehingga BMI hanya di wajibkan menyusun
rencana bisnis.[28]
Perbankan syariah semakin berkembang setelah dikeluarkan Undan-undang No 7
tahun 1992 tentang perbankan yang secara implisit menunjukan bahwa bank di
perbolehkan menjalankan usahanya berdasarkan prinsip bagi hasil.[29] Dan
peraturan pemerintah Nomor 72 Tahun 1993 tentang Bank berdasarkan Prinsip bagi
Hasil. Pasal 6 PP nomor 72 Tahun 1992 mengatur bahwa:
“
Bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai prinsip
bagi hasil (bunga), sebaliknya pada bank yang kegiatan usahanya tidak
berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip bagi hasil”.[30]
Perbankan syariah pada era reformasi
ditandai dengan disetujuinya undang-undang No. 10 tahun 1998. Dalam
undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis
usaha yang dapat dioperasikan dan di implementasikan oleh bank syariah.
Undang-undang juga memberikan arahan kepada bank konvensional untuk membuka
cabang syariah.[31]
Konsep perbankan dalam Islam bersandar pada keadilan dan keharmonisan antara
realita dan keinginan manusia.[32]
Kemudian disahkan oleh DPR, Undang-undang No 21 Tahun 2008 tentang perbankan
syariah. Dalam peraturanya, selain semakin memperkuat eksistensi bank syariah
juga mempertegas posisinya dalam kerangka demokrasi ekonomi Indonesia.
Hal ini diperjelas dalam pasal 2
yang berbunyi: “Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatannya berdasarkan prinsip
syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip
kehati-hatian”.[33]
Dengan diketahui fungsi bank syariah
yang jelas akan membawa dampak dalam pelaksanaan kegiatan usaha bank syariah.
1) Fungsi Manager Investasi. 2) Fungsi Investor yang berhubungan dengan pembagian
hasil usaha (profit distribution)
yang dilakukan oleh bank syariah. 3) Fungsi sosial. 4) Jasa keuangan
(perbankan).[34]
Bank syariah mempunyai fungsi yang berbeda dengan bank konvensional, fungsi
bank syariah juga merupakan karakteristik bank syariah.
Beberapa unsur yang dilarang dalam
transaksi keuangan dan sekaligus membahas masalah akad-akad tradisional islam
dan implementasinya dalam transaksi-transakinya yang dilakukan LKS (lembaga
keuangan syariah), yaitu sebagai berikut Identifikasi Transaksi Terlarang dalam
Islam. Pada prinsipnya semua transaksi keuangan diperbolehkan dalam islam,
kecuali transaksi-transaksi yang didalamnya mengandung unsur-unsur yang secara
tegas dilarang dalam Islam.
Dalam pasal 2 PBI No 7/46/PBI/2005
tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan antar bank dalam
penghimpunan dan penyaluran dana tidak boleh mengandung unsur gharar, maysir, riba, zalim, risywah,
barang haram dan maksiat
Salah satu sistem ekonomi islam yang
diterapkan perbankan syariah di Indonesia adalah sistem bagi hasil. Para
teoritis perbankan islam mendambakan aktivitas investasi dalam bank Islam.[35]
Dengan berbagi hasil prisip persaudaraannya (ukhuwah) semakin terealisasikan. Sehingga dengan ukhuwah usaha pun
akan mudah dikarenakan terjalin kerja sama yang baik. Prinsip persaudaraan
(ukhuwah, esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi social dan
harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan
semangat tolong menolong. Karena ekonomi menjunjung tinggi dalam memperoleh
nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat (sharing
economics) sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan diatas
kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip saling
mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling tolong menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan
beraliansi (tahaluf).[36]Maka
dengan menjalin persaudaraan lembaga keuangan syariah harus ikut serta dalam
membiayai pelaku usaha yang kesulitan pembiayaan khususnya di sektor UKM.
Sistem profit and loss sharing yang berparadigma kemitraan sangat tepat
untuk memberdayakan UKM. Pembiayaan Bank Syariah terhadap UKM sebesar 70%.[37]
Dalam pembiayaan ini dapat dilakukan sendiri oleh kantor cabang Bank Syariah
atau melakukan channeling atau join
pembiayaan dengan BPRS dan BMT melalui linkage
program.[38]
Linkage program dengan BMT, merupakan
program kerjasama Bank Syariah dalam pembiayaan kepada BMT. Hal ini di sebabkan
kondisi UKM masih berskala kecil, agunan terbatas, tidak berbadan hukum, letak
jauh dan adminstrasi lemah. Sehingga sangat sulit dijangkau Bank Syariah.
Keberadaan LKMS seperti Koperasi
Syariah, KJKS, dan BMT sangat diperlukan sebagai mediasi antara sektor UKM
dengan lembaga keuangan syariah. Hal ini dikarenakan karakteristik LKMS
khususnya BMT sangat cocok dengan kebutuhan UKM, yaitu dengan menyediakan layanan
tabungan, pembiayaan, pembayaran sehingga focus melayani UKM, dengan
menggunakan prosedur dan mekanisme yang konstektual dan fleksibel serta berada dimasyarakat kecil.[39]
Sehingga BMT dapat langsung memantau UKM, baik masalah ataupun kemajuan dalam
UKM.
C. Pemerkuatan UKM melalui
Lembaga Keuangan Mikro Syariah berbasis Jaringan Ukhwah Islamiyyah
Secara makro dominasi
kapitalisme di Indonesia harus dituduh sebagai penyebab permasalahan kemiskinan
semakin menggurita. Kemiskinanan yang baru akan tercipta saat program baru di
gulirkan, masyarakat dipaksa menjadi miskin, dan semakin tidak bermatabat.
Karena kesalahan besar jika pemerintah masih menggunakan sistem kapitalis.
Selain pemusatan modal yang pasti membuat kesenjangan sosial, sistem kapitalisme
juga telah menyumbang kerusakan sistem ekonomi masal di berbagai bagian dunia.
Menurut kacamata Bank Dunia separuh penduduk Indonesia, yaitu sekitar 129 juta
orang, tergolong miskin dengan pendapatan kurang dari $2 perhari. Sementara
laporan Badan Pusat Statistik pada juli 2011, penduduk miskin di Indonesia
tercatat sekitar 30,02 juta orang atau sekitar 12, 49%.
Penduduk miskin Indonesia
bermayoritas muslim maka ini sebuah tantangan kaum muslim lainnya untuk
membantu saudaranya keluar dari kemiskinan. Mulai dari kesulitan keuangan untuk
memenuhi kehidupan sehari-hari sampai kesusahan dalam pemodalan untuk usaha
kecil yang sedang dijalani. Dari segi kebutuhan modal misalnya, banyak pelaku
usaha kecil yang sulit mengembangkan
usahanya sampai akhirnya gagal dan menjadi pengangguran. Apabila
kendala-kendala tersebut tidak direspon maka akan berdampak pada kondisi
kesejahteraan yang tidak merata dikalangan masyarakat.[40] Hal
ini salah satu penyebab tingginya kemiskinan di Indonesia khususnya beragama
Islam sehingga di perlukan cara strategi untuk memberantas kemiskinan. Maka
tempat bertemunya golongan umat yang paling strategis guna terjalinnya ukhuwah
islamiyyah dan keluar dari kemiskinan adalah mesjid.
Masjid sebagai salah satu tempat
pemenuhan kebutuhan spiritual sebenarnya bukan hanya berfungsi sebagai tempat
sholat saja, tetapi dapat difungsikan sebagai pusat kegiatan sosial
kemasyarakatan sebagai mana dicontohkan
nabi Muhammad.[41]
Adapun fungsi masjid adalah sebagai berikut:
1. Masjid
merupakan tempat kaum muslimin beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
2. Tempat
kaum muslimin beri’tikaf, membersihkan diri.
3. Tempat
bermusyawarah kaum muslimin guna memecahkan persoalan-persoalan yang timbul
masyarakat.
4. Tempat
kaum muslimin berkonsultasi, mengajukan kesulitan- kesulitan, meminta bantuan
dan pertolongan.
5. Tempat
membina keutuhan ikatan jamaah dan kegotong-royongan di dalam mewujudkan
kesejahteran bersama.
6. Masjid
dengan majelis taklimny merupakan wahana untuk meningkatkan kecerdasan dan lmu
pengetahuan muslimin.
7. Tempat
pembinaan dan pengembangan kader-kader pimpinan umat.
8. Masjid
tempat melaksanakan pengaturan dan supervise social.
Fungsi-fungsi tersebut harus
diaktualisasikan dengan kegiatan operasional yang sejalan dengan program
pembangunan, termasuk pemberantasan kemiskinan. Karna dampak dari kemiskinan
sangat berbahaya.[42] Kemiskinan
akan berdampak rendahnya keimanan dan salah satu penyebab seseorang melakukan
kriminalitas. Kemiskinan menurut Islam suatu kondisi yang harus diberantas atau
masyarakat miskin harus diberdayakan supaya lebih baik kehidupannya. Meskipun
miskin dan kaya itu sunnatullah.[43] Maka
upaya mengetaskan kemiskinan, berarti menuju sunatullah yang lebih baik. Tidak
dipungkiri, bahwa kemiskinan dapat berdampak negative bagi kehidupan. Kemiskinan
berdampak negatife juga bagi masyarakat.
Menurut Departemen Agama tahun 2004
jumlah masjid berjumlah 643.832.[44]
diperkirakan jumlah masjid dan musholah di Indonesia setiap tahunnya selalu
meningkat. Banyaknya jumlah masjid ini merupakan kesempatan muslim untuk
memanfaatkannya. Misalnya diadakannya pertemuan masyarakat sekitar guna
mengadakan acara sosial.
Masjid sebagai tempat ibadah yang
fungsinya sudah sangat kompleks ditengah masyarakat hendaknya ikut memberikan
respon atas problematika kemiskinana. Untuk membantu menyelesaikan masalah
keuangan jamaah. Contohnya dilingkungan masjid didirikan sebuah lembaga yang
memperhatikan ekonomi jamaah. Lembaga tersebut diberi nama Lembaga Pemberdayaan
ekonomi masyarakat (LPEM) yang juga berfungsi sebagai lembaga keuangan syariah
yang akan mempermudah dalam mengkordinir keuangan jamaah masjid dan memberdayakan usaha kecil menengah (UKM)
dengan cara memanfaakan jaringan ukhwah Islamiyyah melalui Masjid ataupun Masjid
ta’lim.[45]
Selain LPEM, dilingkungan Masjid juga dapat didirikan BMT dengan anggota jamaah
mesjid.
Selain LKMS memberikan pembiayaan,
LKMS juga memberikan Pembinaan-pembinaan dan mengawasi agar dana yang diberikan
dapat dipergunakan sesuai yang
diharapkan. Lalu Mengadakan pengajian mingguan untuk menjalin ukhuwah Islamiyyah
dan membantu jamaah meningkatkan usahanya secara tehnis atau mental. Adanya
pembinaan-pembinaan akan sangat membantu jamaah dalam mengahadapi
hambatan-hambatan yang timbul pada usaha jamaah. Dengan pembiayaan dan
pembinaan pelaku usaha dapat menaikan pendapatan dan mengembangkan usahanya.[46]Apabila
usaha jamaah masjid maju maka perekonomian mereka akan dapat teratasi. Sehingga
jamaah masjid dan pelaku usaha kecil akan keluar dari garis kemiskinan
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan:
UKM merupakan Usaha yang dijalani
pelaku usaha yang memiliki potensi dalam mengembangkan usahanya. Akan tetapi
memiliki masalah dibidang teknologi, pemasaran, dan yang paling utama kurangnya
akses finasial dikarenakan ketiadaan jaminan guna mendapatkan permodalan.
Ukhuwah Islamiyah merupakan salah
satu solusi UKM dalam menyelesaikan masalahnya. Yaitu dengan cara membangun LKMS (KJKS, Koperasi Syariah, dan
BMT) dilingkungan masjid, masjlis taklim, dan sebagainya. Sehingga dengan
adanya perkumpulan antar jamaah masjid pelaku usaha akan mendapatkan sumber
informasi untuk marketing, sumber pendanaan, pertukaran informasi tentang
keadaan pasar, dan bertemunya mudharib
dengan shahibul maal. Sehingga UKM
tersebut dapat terus berkembang dan meningkat
Diperlukan pemberdayaan UKM disebabkan UKM memiliki peran yang besar
dalam pembangunan ekonomi Indonesia, berikut adalah peran UKM dalam kemajuan
pembanguan Indonesia.
1.
penyumbang terbesar nilai
produk domestic bruto. Produk domestic Bruto (PDB) adalah menurut data
kementrian koperasi porsi UMKM adalah sebesar 58,17% terhadap jumlah PDB tahun
2000. Pertumbuhan UMKM dari tahun 2005-2009 sebesar 24,01%. Usaha besar hanya
13,26% pertumbuhannya.
2.
Daya serap tenaga kerja
terbesar. Kementrian Negara koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Pada tahun 2009
sektor UMKM memiliki daya serap tenaga kerja sebesar 97,3% atau berjumlah 96.211.332 orang.
Lampiran:
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS
ULAMA INDONESIA
______________________________________________________________
FATWA
DEWAN
SYARI’AH NASIONAL
NO:
15/DSN-MUI/IX/2000
Tentang
PRINSIP
DISTRIBUSI HASIL USAHA DALAM
LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dewan Syari’ah Nasional setelah
Menimbang : a. bahwa pembagian hasil usaha di antara para pihak (mitra) dalam
suatu bentuk usaha kerjasama boleh didasarkan pada prinsip Bagi Untung (Profit
Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi
biaya pengelo-laan dana, dan boleh pula didasarkan pada prinsip Bagi Hasil (Revenue
Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan
dana; dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan;
b. bahwa
kedua prinsip tersebut pada dasarnya dapat diguna-kan untuk keperluan
distribusi hasil usaha dalam Lembaga Keuangan Syari'ah (LKS);
c. bahwa
agar para pihak yang berkepentingan memperoleh kepastian tentang prinsip mana
yang boleh digunakan dalam LKS, sesuai dengan prinsip ajaran Islam, DSN
memandang perlu menetapkan fatwa tentang prinsip pembagian hasil usaha dalam
LKS untuk dijadikan pedoman.
Mengingat : 1. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 282:
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا
تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوْهُ…
“Hai orang yang beriman! Jika kamu
melakukan transaksi hutang-piutang untuk jangka waktu yang ditentukan,
tuliskanlah….”
2. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
يَآأَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ …
“Hai orang yang beriman! Penuhilah
akad-akad itu….”
3. Hadis Nabi riwayat Tirmizi dari ‘Amr bin
‘Auf:
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ
الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ
أَحَلَّ حَرَامًا.
“Perdamaian dapat dilakukan di antara
kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
4. Hadis
Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu
‘Abbas, dan Malik dari Yahya:
لاَضَرَرَ
وَلاَضِرَارَ.
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri
dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.”
5. Kaidah fiqh:
اَلأَصْلُ
فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
“Pada dasarnya, segala bentuk mu’amalat
boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
أَيْنَمَا وُجِدَتِ الْمَصْلَحَةُ
فَثَمَّ حُكْمُ اللهِ.
“Di mana terdapat kemaslahatan, di sana
terdapat hukum Allah."
Memperhatikan : a. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah
Nasional bersama dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan
Indonesia pada hari Sabtu, tanggal 7 Rabi'ul Awwal 1421 H./10 Juni 2000.
b. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah
Nasional pada hari Sabtu, 17 Jumadil Akhir 1421 H./16 September 2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA
TENTANG PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH
Pertema : Ketentuan Umum
1. Pada
dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing)
maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan
mitra (nasabah)-nya.
2. Dilihat
dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini,
pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Revenue
Sharing).
3. Penetapan
prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Kedua : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyele-saiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.
Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan
diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Daftar
Pustaka
Ali, HB.
Tamam dkk. Ekonomi Syariah dalam Sorotan.
Jakarta: PT. Permodalan Nasional Madani dan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES),
2003.
Amalia,
Euis. Keadilan Distributif dalam Ekonomi
Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press,
2009.
--------------.
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.
Depok: Gramata publishing, 2005.
Amin,
A. Riawan. Perbankan Syariah Sebagai
Solusi Perekonomian Nasonal.
Jakarta, 2009.
---------------.
Indonesia Militan Intelek, Kompetitif, Regeneratif. Jakarta: PT. Senayan Abadi, 2008.
Anshori,
Abdul Ghofur. Kapita Selekta Perbankan
Syariah di Indonesia. Yogyakarta: UII Press, 2008.
--------------.
Perbankan Syariah di Indonesia.
Yogyakarta: Gadja Mada University Press, 2007.
Antonio,
Muhammad Syafi’i. Bank Syariah dari Teori dan Praktik. Jakarta: Gema Insani, 2001.
Awaluddi,
Irvan Zaryab. “Menjawab Kemiskinan dengan Islamic Microfinance”, Kalam Ulama. (Maret 2012), h. 22.
Ayub, Moh.
E. dkk. Manajemen Masjid. Depok: Gema
Insani, 2007.
FE Ubaya dan
Forda UKM Jawa Timur. Kewirausahaan UKM.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Harahap,
Sofyan. “Fungsi Bungan dalam Sistem
Ekonomi Kapitalis dan Pandangan Islam.” Media
Ekonomi. April 2002 h.81.
Karim, Adiwarman A. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2004.
Marsuki. Pemikiran
dan Strategi Memberdayakan Sektor Ekonomi UMKM di Indonesia. Jakarta: Mitra
Wacana Media, 2006.
Masyhuri,
dkk. Teori Ekonomi dalam Islam.
Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005.
Mubin,
Muhammad Ufuqul dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Nadratuzzaman.
“Analisis Bentuk Gharar dalam Transaksi Ekonomi”.AL-Iqtishad jurnal ekonomi. no.1 (Februari 2009),h. 50.
Nadratuzzaman.
dkk. Materi
Dakwah Ekonomi Islam. Jakarta: PKES, 2008.
--------------.
Dkk. Dasar-Dasar Ekonomi Islam. Jakarta:
PKES Publishing, 2008
Nasution, Nursanita. ”RUU Perbankan Syariah”, Jurnal Syariah. Edisi 1 (Semptember
2008), h. 28-29.
Sudarsono,Heri. Bank
dan lembaga Keuangan Syariah. Jogyakarta: EKONISIA, 2003
Perry , Martin. Mengembangkan
Usaha kecil dengan Memanfaatkan Berbagai Bentuk Jaringan Kerja Ekonomi. Jakarta:Kencana,
2000.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII. EKONOMI
ISLAM. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, 2008.
Rahman,
Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam Jilid 1.
Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995.
Ridwan,
Muhammad. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).
Yogyakarta: UII Press, 2004.
Wiroso. Penghimpunan
Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah. Jakarta: PT. Grasindo, 2005.
Wiroso. Produk Perbankan Syariah. Jakarta: PT.
Sardo Sarana Media, 2009.
[1] A. Riawan Amin, Perbankan
Syariah Sebagai Solusi Perekonomian Nasional,
disampaikan pada sidang senat terbuka di UIN Jakarta, (sabtu, 11 Juli 2009),
h.26.
[2] Marsuki, pemikiran dan
Strategi Memberdayakan Sektor Ekonomi UMKM di Indonesia, (Jakarta: Mitra
Wacana Media, 2006), h.3.
[3] Sofyan Syafri Harahap, “Fungsi Bungan dalam Sistem Ekonomi
Kapitalis dan Pandangan Islam”, Media
Ekonomi, April 2002 h.81.
[4] Ibid.,h.4.
[5] Martin Perry, Mengembangkan
Usaha kecil dengan Memanfaatkan Berbagai Bentuk Jaringan Kerja Ekonomi,
(Jakarta:Kencana 2000), h.V.
[6]FE Ubaya dan Forda UKM Jawa Timur, Kewirausahaan UKM, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007).
[7] Euis Amalia, Keadilan
Distributif dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia,(
Jakarta: Rajawali Press, 2009),h.10.
[8] HB. Tamam Ali, dkk, Ekonomi
Syariah dalam Sorotan (Jakarta: PT. Permodalan Nasional Madani dan
Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), 2003) h.95.
[9] A. Riawan Amin, Indonesia
Militan Intelek, Kompetitif, Regeneratif, ( Jakarta: PT. Senayan Abadi, 2008),
h.73.
[10] Nadratuzzaman, dkk, Materi
Dakwah Ekonomi Islam, ( Jakarta: PKES, 2008), h. 21.
[11] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII, EKONOMI ISLAM, ( Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada, 2008), h.13.
[12] Islam memandang aktivitas ekonomi secara positif. Semakin manusia
banyak terlibat dalam aktivitas ekonomi maka semakin baik, sepanjang tujuan dan
prosesnya sesuai dengan ajaran Islam.
[13] Afzalur Rahman, Doktrin
Ekonomi Islam Jilid 1, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), h.10.
[14] Euis Amalia, Keadilan
Distributif dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia,(
Jakarta: Rajawali Press, 2009),h.93-94.
[15] Islam berbeda dengan konsep kapitalisme yang memisahkan akhlak
dengan ekonomi.
[16] Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika
Ekonomi Islam.
[17] Homo islamicus, artinya
moral (akhlaq) Islam menjadi pegangan pokok dari pada pelaku ekonomi yang
menjadi panduan mereka untuk menentukan suatu kegiatan adalah baik atau buruk
sehingga perlu dilaksanakan atau tidak.
[18] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII, Op cit h.56.
Falah berasal dari bahasa arab dari kata kerja aflaha-yuflihu yang berarti kesuksesan, kemuliaan atau kemenangan.
[19] Pusat Pengkajian dan
Pengembangan Ekonomi Islam UII, op cit,
h.28.
[20] Euis Amalia, Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok: Gramata publishing, 2005 ), h.165.
[21] Muhammad Syafi’I Antonio, Bank
Syariah dari Teori dan Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h.10-17.
[22] Abdul Ghofur Anshori, Kapita
Selekta Perbankan Syariah di Indonesia, ( Yogyakarta: UII Press, 2008)
[23] Heri Sudarsono, Bank dan
lembaga Keuangan Syariah, (Jogyakarta: EKONISIA, 2003), h. 10.
[24] Nadratuzzaman Hosen, “Analisis Bentuk Gharar dalam Transaksi
Ekonomi”, AL-Iqtishad jurnal ekonomi,
no.1 (Februari 2009),h. 50.
[25] Adiwarman A. Karim, Bank
Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, ( Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004),
h. 31.
[26] Nadratuzzaman, dkk, Dasar-Dasar
Ekonomi Islam, (Jakarta: PKES Publishing, 2008), h.22.
[27] Masyhuri, dkk, Teori Ekonomi
dalam Islam, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), h.138.
[28]Abdul Ghofur Anshori, Perbankan
Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadja Mada University Press,
2007),h.4.
[29] Ibid., h.5.
[30] Nursanita Nasution,”RUU Perbankan Syariah”, Jurnal Syariah, Edisi 1 (Semptember 2008), h. 28-29.
[31] Muhammad Syafi’I Antonio, op
cit, h.26.
[32] Perekonomian dalam islam khususnya perbankan mencoba menjembatani
realita dan hasrat manusia untuk mendapatkan keuntungan namun dalam rangka yang
adil.
[33] Euis Amalia, op cit, h.
80.
[34] Wiroso, Penghimpunan Dana dan
Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, ( Jakarta: PT. Grasindo, 2005), h.5.
[35] Abdullah Saeed, Bank Islam
dan Bunga. Muhammad Ufuqul Mubin, dkk, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003),
h. 90.
[36] Wiroso, Produk Perbankan
Syariah, (Jakarta, PT. Sardo Sarana Media, 2009), h. 92.
[37] Statistik Perbankan Syariah pada tahun 2007
[38] Untuk memperlancar jalan program dapat melibatkan PINBUK (Pusat
Inkubasi dan Usaha Kecil) sebagai induk BMT.
[39]https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:UJJdVjPOzM8J:isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6209127136_1829-8540.pdf+pembiayaan+bank+syariah+terhadap+UKM+mengacu+pada+blue+print&hl=id&gl=id&
[40] http://forshei.wordpress.com/2012/07/18/model-pengentasan-kemiskinan-berbasis-fungsi-masjid-sebagai-lpem-dan-pusat-inkubator-syariah/
[41] Irvan Zaryab Awaluddi, “Menjawab Kemiskinan dengan Islamic
Microfinance”, Kalam Ulama, (Maret
2012), h. 22.
[42]Moh. E. Ayub, dkk, Manajemen
Masjid, ( Depok: Gema Insani, 2007), h. 7
[43]Muhammad Ridwan, Baitul Maal
Wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta: UII Press, 2004), h.21.
[44] http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/12/06/03/m51lw4-pertumbuhan-masjid-di-indonesia-rendah
[45] http://www.kabarbisnis.com/read/2830659
[46] http://digilib.uin-suka.ac.id/5914/
dalam konteks perbankan, prinsip-prinsip syari'ah di internalisasi dalam produk perbankan syari'ah. diantaranya adalah http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/giro-syariah.html || http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/tabungan-syariah.html || http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/deposito-syariah.html || http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-mudharabah.html || http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-musyarakah.html || http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-murabahah.html || http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-salam.html || http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-istishna.htmlhttp://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-ijarah.html || http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-atas-dasar-akad-qardh.html || http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/pembiayaan-mutijasa.html || http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/letter-of-credit-lc-import-syariah.html || http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/bank-garansi-syariah.html || http://artikelekis.blogspot.com/2013/12/penukaran-valuta-asing-sharf.html
BalasHapus